Rabu, 07 Mei 2014

pemikiran tentang pendidikan


RESUME DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN

A.    BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG PENDIDIKAN
1.      Pemikiran klasik
Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
a.   Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke.
b.   Aliran  Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.
 c.   Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat merusak pembawaan baik anak itu.
 d.   Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.


2.      Pemikirn baru tentang pendidikan

 a.   Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger di Jerman dengan heimatkunde, dan J. Ligthart di Belanda dengan Het Voll Leven.

 b.   Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yaitu:Metode Global dan Centre d’interet.

 c.   Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan. J.H. Pestalozzi mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.

 d.   Pengajaran Proyek
Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara lain dengan nam pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan persoalan secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting, utamanya masyarakat maju.

 e. home schooling
Homeschooling adalah sebuah system pendidikan alternatif untuk anak selain di sekolah. Dimana saat ini mulai perkembang di Indonesia , dan keberadaanya sah dan dijamin undang - undang. Homeschooling mulai menjadi pilihan masyarakat sebagai alternatif metode pendidikan karena beberapa hal, misalnya karena adanya keinginan masyarakat untuk lebih fleksibel dalam mendidik anak, menyediakan system pendidikan yang lebih ramah terhadap perkembangan anak, maupun menjamin bahwa proses belajar mengajar anak bisa terlaksana secara maksimal.
Hal ini terjadi karena adanya keinginan para orang tua untuk memberikan pendidikan terhadap anak yang lebih sesuai dengan bakat dan minat sang anak, maupun karena disebabkan adanya  kondisi di system pendidikan konvensional yang tidak bisa memuaskan kehendak orang tua untuk mendidik anaknya, misalnya terjadi kasus kekerasan terhadap anak, maupun system pendidikan masal yang mengakibatkan potensi anak kurang tergali secara maksimal.
 f. sekolah alam
Kegagalan sistem pendidikan di Indonesia merangsang tumbuhnya sekolah-sekolah alternatif yang diyakini memiliki mutu pendidikan lebih baik dari sekolah biasa. Salah satu sekolah alternatif yang kini banyak diminati ialah sekolah alam.
Konseptor sekolah alam Ir Lendo Novo menjelaskan, sekolah alam yang dia pelopori merupakan suatu reaksi dari kegagalan pendidikan di Indonesia. Mutu pendidikan Indonesia masih jauh dari negara-negara lain, bahkan masih di bawah Vietnam. Ini berarti ada yang salah dengan sistem pendidikan di negara ini, ujar Lendo Novo di Jakarta, baru-baru ini.
Lebih dari 1.000 sekolah alam kini telah tumbuh di Indonesia. Di kawasan Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi (Jabodetabek) saja kini telah berdiri lebih dari 50 sekolah. Sekolah alam, menurut dia, merupakan sekolah yang mengedepankan pembentukan akhlak dan mental siswa dengan konsep mendekatkan diri pada alam. Metode pembelajaran yang diterapkan juga berbeda.
Kami berusaha menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan membuat anak-anak senang dan merasa bahwa belajar adalah suatu kebutuhan dan kesenangan, bukan sesuatu yang membosankan dan harus dipaksakan, jelas Ketua Litbang Sekolah Alam Indonesia Ciganjur, Novi Hardian.
Hampir seluruh sekolah alam yang ada memiliki konsep utama yaitu upaya memaksimalkan potensi anak untuk tumbuh menjadi manusia yang berkarakter, berakhlak mulia, berwawasan ilmu pengetahuan dan siap menjadi pemimpin. Metode pengajaran sekolah alam juga membuat bersekolah lebih menyenangkan dan anak tidak merasa terpenjara.
Sekolah alam juga mendorong anak untuk aktif dan kreatif dan bukan semata-mata mendapatkan materi yang diberikan oleh guru. Di Sekolah Alam Indonesia, Ciganjur, misalnya, proses belajar lebih banyak dilakukan melalui diskusi dan permainan.
Ilmu tidak hanya dijejali oleh guru, tetapi anak juga aktif bereksplorasi. Ini melatih keberanian mengungkapkan pendapat, jelas Novi. Konsep Tematik Hal serupa juga dilakukan oleh Sekolah Alam Depok di Sawangan, Depok, Jawa Barat. Sekolah yang memiliki jenjang pendidikan Pre-School, TK, dan SD itu juga mendorong siswanya untuk aktif menemukan sendiri jawaban atas berbagai hal melalui buku-buku di perpustakaan dan sumber-sumber lain.
Menurut Pendiri Sekolah Alam Depok Edi F Rizal Darma, lahirnya sekolah alam adalah karena ingin menciptakan hubungan belajar tanpa sekat antara guru dan murid. Selama ini kan arah belajar di sekolah selalu dari guru ke murid, sehingga ada jarak antara mereka. Sekolah alam ini muncul sebagai sekolah yang non-classical dan tanpa sekat, jelas Edi.
Sekolah alam pada umumnya menggunakan konsep tematik. Setiap tema dibahas dari berbagai sisi akhlak, seni, bahasa, kepemimpinan, dan ilmu pengetahuan. Tiap tingkatan memiliki sejumlah tema pembahasan yang berbeda-beda.
Selain memiliki metode dan visi yang berbeda dari sekolah pada umumnya, sesuai dengan namanya, suasana yang disuguhkan pun membuat siswa dekat dengan alam. Rimbunnya pepohonan, lahan untuk berkebun, bahkan sejumlah hewan ternak seperti angsa dan bebek menjadi bagian dari suasana alami yang ada di sekolah alam. Ruang kelas berupa bangunan semen dan bersekat-sekat tidak ada di sekolah alam, yang ada hanyalah saung-saung belajar yang terbuat dari kayu berukuran 5 x 5 meter dan beratap rumbia.
Menurut Edi, saung sebagai tempat belajar selain dapat lebih dekat dengan alam, juga sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Selain itu, pembuatan saung juga lebih murah dibanding dengan membangun ruangan beton yang berpendingin udara.
Lendo Novo menjelaskan, konsep sekolah alam dengan saung memang cocok untuk Indonesia, yang beriklim tropis. Sekolah kan tidak harus di kelas. Justru dengan belajar di saung yang tanpa meja dan kursi akan menimbulkan suasana yang lebih bebas bagi siswanya, katanya.
Namun, proses belajar siswa tidak hanya dilakukan di saung, tapi juga di kebun atau belajar keluar, dengan mengunjungi sejumlah tempat yang terkait dengan tema pembelajaran. Anak-anak belajar Fisika, Biologi, Matematika dan mata pelajaran lainnya langsung dengan mempraktikkannya dari alam. Dengan menggunakan sistem learning by doing, penyerapan materi oleh siswa bisa mencapai 90 persen, jelas Lendo Novo.
Hal senada juga diungkapkan Novi. Menurut dia, dengan berhubungan dekat dengan alam, siswa akan lebih bijak karena semakin menghargai alam dan mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Diharapkan lulusan sekolah kami dapat menjadi anak yang ramah terhadap lingkungan dan tidak ada lagi yang menebang pohon sembarangan, jelasnya.
Pelajaran di sekolah alam juga padat dengan materi keagamaan. Di Sekolah Alam Depok, pada pagi hari dan sebelum pulang sekolah, siswa melakukan tahfidz, yaitu melancarkan hapalan Al-Quran. Menurut Edi, berbagai keunggulan itulah yang menyebabkan banyak orang tua yang mempercayakan anak mereka bersekolah di sekolah alam.
 g. pendidikan berasrama (boarding school)
Sekolah Berasrama adalah alternative terbaik buat para orang tua menyekolahkan anak mereka dalam kondisi apapun. Selama 24 jam anak hidup dalam pemantauan dan control yang total dari pengelola, guru, dan pengasuh di seklolah-sekolah berasrama. Anak betul-betul dipersiapkan untuk masuk kedalam dunia nyata dengan modal yang cukup, tidak hanya kompetensi akademis, tapi skill-skill lainnya dipersiapkan sehingga mereka mempunyai senjata yang ampuh untuk memasuki dan manaklukan dunia ini. Di sekolah berasrama anak dituntut untuk dapat menjadi manusia yang berkontribusi besar bagi kemanusiaan. Mereka tidak hanya hidup untuk dirinya dan keluarganya tapi juga harus berbuat untuk bangsa dan Negara. Oleh sebab itu dukungan fasilitas terbaik, tenaga pengajar berkualitas, dan lingkungan yang kondusif harus didorong untuk dapat mencapai cita-cita tersebut.
Keunggulan Boarding School

Buku Harry Potter yang telah laris terjual dalam jumlah sangat besar di seluruh dunia sangat membantu dalam mempopulerkan sekolah berasrama(boarding school). Hal ini disebabkan setting cerita itu diambil dari petualangan di sekolah berasrama. Banyak “petualangan” dalam sekolah berasrama karena waktu yang panjang berada dalam lembaga pendidikan memungkin siswa untuk dapat mengekspresikan apa yang diinginkannya di sekolah. Ada beberapa keunggulan Boarding School jika dibandingkan dengan sekolah regular yaitu:
  • Program Pendidikan Paripurna
Umumnya sekolah-sekolah regular terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan akademis sehingga banyak aspek hidup anak yang tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu yang ada dalam pengelolaan program pendidikan pada sekolah regular. Sebaliknya, sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistic dari program pendidikan keagamaan, academic development, life skill(soft skill dan hard skill) sampai membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
  • Fasilitas Lengkap
Sekolah berasrama mempunyai fasilitas yang lengkap; mulai dari fasilitas sekolah yaitu  kelas belajar yang baik(AC, 24 siswa, smart board, mini library, camera), laboratorium, clinic, sarana olah raga semua cabang olah raga, Perpustakaan, kebun dan taman hijau. Sementara di asrama fasilitasnya adalah kamar(telepon, TV, AC, Pengering Rambut, tempat handuk, karpet diseluruh ruangan, tempat cuci tangan, lemari kamar mandi, gantungan pakaian dan lemari cuci, area belajar pribadi, lemari es, detector kebakaran, jam dinding, lampu meja, cermin besar, rak-rak yang luas, pintu darurat dengan pintu otomatis. Sedangkan fasilitas dapur terdiri dari: meja dan kursi yang besar, perlengkapan makan dan pecah belah yang lengkap, microwape, lemari es, ketel otomatis, pembuat roti sandwich, dua toaster listrik, tempat sampah, perlengkapan masak memasak lengkap, dan kursi yang nyaman.
  • Guru yang Berkualitas
Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan persyaratan kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Kecerdasan intellectual, social, spiritual, dan kemampuan paedagogis-metodologis serta adanya ruh mudarris  pada setiap guru di sekolah berasrama. Ditambah lagi kemampuan bahsa asing: Inggris, Arab, Mandarin, dll. Sampai saat ini dalam penilaian saya sekolah-sekolah berasrama(boarding school) belum mampu mengintegrasikan guru sekolah dengan guru asrama. Masih terdapat dua kutub yang sangat ekstrim antara kegiatan pendidikan dengan kegiatan pengasuhan. Pendidikan dilakukan oleh guru sekolah dan pengasuhan dilakukan oleh guru asrama.
  • Lingkungan yang Kondusif
Dalam sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam komplek sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata pelajaran, tapi semua orang dewasa yang ada di boarding school adalah guru. Siswa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Guru tidak hanya dilihatnya di dalam kelas, tapi juga kehidupan kesehariannya. Sehingga ketika kita mengajarkan tertib bahasa asing misalnya maka semuanya dari mulai tukang sapu sampai principal berbahasa asing. Begitu juga dalam membangun religius socity, maka semua elemen yang terlibat mengimplementasikan agama secara baik.
  • Siswa yang heterogen
Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang tingkat heteroginitasnya tinggi. Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang social, budaya, tingkat kecerdasan, kempuan akademik  yang sangat beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk membangun wawasan national dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda sehingga sangat baik bagi anak untuk melatih wisdom anak dan menghargai pluralitas.
  • Jaminan Keamanan
Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah asrama yang mengadop pola pendidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sangsi-sangsi bagi pelanggarnya. Daftar “dosa” dilist sedemikan rupa dari dosa kecil, menengah sampai berat. Jaminan keamanan diberikan sekolah berasarama, mulai dari jaminan kesehatan(tidak terkena penyakit menular), tidak NARKOBA, terhindar dari pergaulan bebas, dan jaminan keamanan fisik(tauran dan perpeloncoan), serta jaminan pengaruh kejahatan dunia maya.
  • Jaminan Kualitas
Sekolah berasrama dengan program yang komprehensif-holistik, fasilitas yang lengkap, guru yang berkualitas, dan lingkungan yang kondusif dan terkontrol,  dapat memberikan jaminan kualitas jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Dalam sekolah berasrama, pintar tidak pintarnya anak, baik dan tidak baiknya anak sangat tergantung pada sekolah karena 24 jam anak bersama sekolah. Hampir dapat dipastikan  tidak ada variable lain yang “mengintervensi” perkembangan dan progresivits pendidikan anak, seperti pada sekolah konvensional yang masih dibantu oleh lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus dan lain-lain. Sekolah-sekolah berasrama dapat melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat melejikan bakat dan potensi individunya.


 Problem Sekolah Berasrama

Sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama  dalam pengamatan saya masih banyak mempunyai persoalan yang belum dapat  diatasi sehingga banyak sekolah berasrama layu sebelum berkembang dan itu terjadi pada sekolah-sekolah boarding perintis. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:

  1. Ideologi Sekolah Boarding yang Tidak Jelas
Term ideology saya gunakan untuk menjelaskan tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius, nasionalis, atau nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal.Masalahnya dalam implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadop pola-pola pendidikan kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya terdapat kekerasan dalam sekolah berasrama. Sementara yang nasionalis-religius dalam praktik sekolah berasrama saya melihatnya masih belum jelas formatnya.
2.      Dikotomi guru sekolah vs guru asrama (pengasuhan)
Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok untuk sekolah berasrama. Pabrikan guru (IKIP dan Mantan IKIP) tidak “memproduksi” guru-guru sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asrmanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya, sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan. Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam sekolah berasrama. Ini penting untuk tidak terjadinya saling menyalahkan dalam proses pendidikan antara guru sekolah dengan guru asrama.
3.      Kurikulum Pengasuhan yang Tidak Baku
Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum academicnya dapat dipastikan hampir sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk DEPDIKNAS dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan muatan local. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari yang sangat militer(disiplin habis) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya mempunyai efek negative(Sartono Mukadis), pola militer melahirkan siswa yang berwatak kemiliter-militeran dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar sang siswa mempermainkan peraturan.
4.      Sekolah dan Asrama Terletak Dalam Satu Lokasi
Umumnya sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu lokasi dan dalam jarak yang sangat dekat. Kondisi ini yang telah banyak berkontribusi dalam menciptakan kejenuhan anak berada di sekolah Asrama. Faktor ini(salah satu factor) yang menyebabkan SMA Madania di parung Bogor sempat mengistirahatkan boarding schoolnya. Karena menurut Komaruddin Hidayat(Direktur Executive Madania), siswa harus mengalami semacam proses berangkat ke sekolah. Dengan begitu, mereka mengenyam suasana meninggalkan tempat menginap, berinteraksi dengan sesama siswa di jalan, serta melihat aktivitas masyarakat sepanjang jalan. Faktor ini juga yang menyebabkan IIEC Group mendirikan International Islamic High School Boarding Intermoda (IIHSBI), dimana sekolah dan asrama serta fasilitas utama lainnya tidak berada dalam satu tempat sehingga siswa dituntut untuk mempunyai mobilitas tinggi, kesehatan dan kebugaran yang baik, dan dapat membaca setiap fenomena yang ada disekitarnya.


















DAFTAR PUSTAKA

(ant-45)Sumber: Suaramerdeka.Com
 Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta







4 komentar: