Rabu, 23 April 2014

landasan dan azas pendidikan


LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN
Pendidikan dapat diartikan dari berbagai sudut pandang yaitu:
- Pendidikan berwujud sebagai suatu sistem
            => Pendidikan dipandang sebagai keseluruhan gagasan terpadu yang mengatur usaha-usaha sadar untuk membina seseorang mencapai harkat kemanusiaannya secara utuh.
- Pendidikan berwujud sebagai suatu proses
            => Pendidikan dipandang sebagai pelaksana usaha-usaha untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka mencapai harkat kemanusiaannya secara utuh.
- Pendidikan berwujud sebagai hasil
            => Pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang telah dicapai atau dimiliki seseorang setelah proses pendidikan berlangsung.

A.    LANDASAN PENDIDIKAN
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke generasi dimana pun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusiamelalui pendidikan itu diselenggarakan sesuaidengan pandangan hidup dan dalam latar social-kebudayaan setiap masyarakat tertentu. Oleh karena itu, meskipun pendidikan itu universal, namun terjadi perbedaan-perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan hidup dan latar latar sosiokultural.

1.      Landasan filosofis
            Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat ( falsafat, falsafah ). Konsepsi-konsepsi filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua factor, yaitu:
a.       Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
b.      Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran
Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berfikir bebas serta merentang fikiran sampai sejauh-jauhnya tentang suatu itu. Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni:
a.       Filsafat merupakan lanjutan dari berfikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermamfaat dalam member makna kepada ilmu pengetahuan itu.
b.      Filsafat sebagai  kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology,etika,estetika, metafisika, serta social dan politik.

Peranan filsafat dalam pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
a.       Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai mahluk di dunia ini.
b.      Masyarakat dan kebudayaannya.
c.       Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi tantangan
d.      Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidian ( Wayan Ardhana, 1986:1-9)

Empat mahzab pendidikan yang besar pengaruhnya dalam penyelenggaraan pendidikan ( Reja Mudyahardjo 1992:144-150 )
a.       Esensialisme
b.      Perenualisme
c.       Pramatisme dan proresivisme
d.      rekonstruksionisme
Landasan filosofis sebagai salah satu fondasi dalam pelaksanaan pendidikan berhubungan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan seseorang tentang “sesuatu” yang berkaitan dengan arti kehidupan (pandangan hidup). Bagi bangsa Indonesia, pandangan hidupnya adalah Pancasila. Pancasila sebagai landasan filosofis pendidikan mempunyai makna:
- Dalam merumuskan pendidikan harus dijiwai dan didasarkan pada Pancasila.
- Sistem pendidikan nasional haruslah berlandaskan Pancasila.
- Hakikat manusia haruslah diwujudkan melalui pendidikan, sehingga tercipta manusia Indonesia yang dicita-citakan Pancasila.
2.      Landasan sosiologis
            Manusia selalu hidup berkelompok, sesuatu yang juga terdapat pada mahluk lainnya. Meskipun demikian, pengelompokan itu jauh lebih rumit.
            Sosiologi pendiidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang di pelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi:
a.       Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat
b.      Hubungan manusia di sekolah
c.       Pengaruh sekolah pada prilaku anggotanya
d.      Sekolah dan komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain dalam komunitas
Pendidikan tidak berlangsung dalam keadaan vakum sosial. Dari generasi ke generasi selalu mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
    a. perubahan teknologi
        Dampaknya:  - Individu memiliki keterampilan baru.
        - Sekolah dituntut agar lulusannya dapat menyesuaikan perkembangan jaman.
        - Sekolah mulai menggunakan media pembelajaran yang lebih canggih.
    b. perubahan demografi (pertambahan jumlah penduduk)
        Dampaknya:
 - Pengembangan kebijaksanaan pendidikan.
- Pembatasan secara ketat penerimaan siswa baru.
- Tidak seimbangnya pertambahan penduduk dengan fasilitas pendidikan.
    c. urbanisasi dan sub-urbanisasi
        Dampaknya:
- Sekolah bertanggungjawab atas penyesuaian diri terhadap penduduk kota.
- Sekolah berperan dan membantu mekanisme kontrol sosial di masyarakat.
- Sekolah mempersiapkan lulusannya untuk dapat hidup di kota.
    d. perubahan politik masyarakat, bangsa dan negara
        Dampaknya:
- Meningkatnya keterlibatan pemerintahan di dalam kegiatan anggota masyarakat.
- Berkembangnya saling ketergantungan antar pemerintahan negara.
3. Landasan kultural
Pendidikan dapat dikonsepkan sebagai proses budaya manusia. Kegiatannya dapat berwujud sebagai upaya yang dipikirkan, dirasakan, dan dikehendaki manusia. Pada hakikatnya manusia sebagai mahkluk budaya dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Salah satu cara untuk memelihara kebudayaan adalah melalui pengajaran. Jadi pendidikan dapat berfungsi sebagai penyampai, pelestari, dan pengembang kebudayaan.
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat terwujud:
a.       ideal seperti ide, gagasan, dan nilai
b.      kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
c.       fisik yaknibenda hasil karya manusia ( Koentjaraningrat, 1975: 15-22 )


3.      Landasan psikologis
                    Psikologi sebagai ilmu bantu yang mendasari pelaksanaan pendidikan berorientasi pada tiga hal yaitu:
- hakikat siswa
- proses belajar
- peranan guru
            Karena guru merupakan sentral pengendalian proses belajar-mengajar, maka dalam penyampaian pesan, guru harus mampu mendasarkan pada:
        - perbedaan individu siswa
    - prinsip-prinsip belajar
            Dalam kehidupannya, manusia selalu terlibat dalam kegiatan belajar. Teori belajar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
    a. Teori Disiplin Mental
        - Belajar sebagai usaha melatih dan mendisiplinkan daya pikir (disiplin mental).
        - Memberikan peluang kepada anak didik untuk berkembang sesuai kehendak Tuhan (aktualisasi).
        - Mengasosiasikan  ide baru dengan ide lama yang telah terdapat dalam jiwa kita (appersepsi).
    b. Rumpun Behaviorisme
- perubahan tingkah laku yang dapat diamati yang dapat terjadi melalui stimulus dan respons yang dihubungkan dengan prinsip mekanis (Conditioning S-R)
    - Conditioning tanpa reinforcement
    - Conditioning melalui reinforcement
    c. Rumpun Gestalt-Medan
        - keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian (teori Insight)
        - pemahaman bertujuan (Goal-Insight)
        - Medan-Kognitif
        Yang harus diperhatikan demi keberhasilan kegiatan belajar adalah:
            - stimulus belajar
            - perhatian siswa
            - keaktifan siswa
            - penguatan dan umpan balik
   4. landasan ilmiah dan teknologis
Salah satu misi pendidikan adalah membekali peserta didik agar dapat mengembangkan iptek. Hubungan antara pendidikan dan iptek adalah saling timbal balik, yaitu:
    - Kemajuan pendidikan diarahkan untuk kemajuan iptek
    - Perkembangan iptek akan berpengaruh pada perkembangan pendidikan
5.   Landasan Ekonomi Pendidikan

A.Peran Ekonomi dalam Pendidikan.
Globalisasi ekonomi yang melanda dunia, otomatis mempengaruhi hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Alasannya sederhana, yaitu karena takut digulung dan dihempaskan oleh gelombang globalisasi ekonomi dunia.
Perkembangan ekonomi makro berpengaruh pula dalam bidang pendidikan. Cukup banyak orang kaya sudah mau secara sukarela menjadi bapak angkat agar anak-anak dari orang tidak mampu bisa bersekolah. Perkembangan lain yang menggembirakan di bidang pendidikan adalah terlaksananya sisten ganda dalam pendidikan. Sistem ini bisa berlangsung pada sejumlah pendidikan, yaitu kerja sama antara sekolah dengan pihak usahawan dalam proses belajar mengajar para siswa adalah berkat kesadaran para pemimpin perusahaan atau industri akan pentingnya pendidikan.
Implikasi lain dari keberhasilan pembangunan ekonomi secara makro adalah munculnya sejumlah sekolah unggul. Inti tujuan pendidikan ini adalah membentuk mental yang positif atau cinta terhadap prestasi, cara kerja dan hasil kerja yang sempurna. Tidak menolak pekerjaan kasar, menyadari akan kehidupan yang kurang beruntung dan mampu hidup dalam keadaan apapun.

6.      Landasan Sejarah

Umur sejarah pendidikan dunia sudah panjang sekali. Mulai dari zaman purba dan zaman yunani purba, kemudian zaman hellenisme tahun 150-500 SM, ke zaman pertengahan tahun 500-1500-an, zaman reformasi dan kontra reformasi pada tahun 1600-an. Sejarah pada zaman purba Pendidikan pada zaman ini belum
banyak memberikan kontribusinya kepada pendidikan pada zaman sekarang. Oleh sebab itu pendidikan pada zaman-zaman ini diragukan. Sejarah Pendidikan pada zaman yunani purba dipengaruhi oleh ahli pendidiknya pada waktu itu seperti :
1. Plato ia memiliki tujuan dalam pendidikan itu
a. Membentuk warga negara secara teoritis dan praktis, untuk mengabdi pada negaranya oleh sebab itu pendidikan diselengaran oleh negara.
b. Membentuk manusia akal supaya manusia itu mempergunakan akalnya dengana bijaksana.
c. Membentuk manusia berkehendak yaitu manusia yang memiliki sifat- sifat keberanian
d. Membentuk manusia hasrat yaitu manusia yang memiliki rasa keinginan
2. Pyhtagioras ia memiliki tujuan pendidikan untuk membentuk manusia susila, karena menurutnya manusia sejak kecil itu mempunyai kecenderungan berbuat jahat oleh karena itu pendidikan diharapkan membawanya pada kesempurnaan.
3. Socrates pendidikan itu bertujuan untuk membawa manusia pada kebajikan karena adanya ilmu, ia berbeda pendapat dengan phitagoras yang menyatakan bahwa manusia itu memiliki kecenderungan berbuat jahat sejak kecil, justru menurut socrates manusia itu memiliki kecenderungan berbuat baik dan kebajikan dengan ilmunya.
4. Aristoteles berpendapat bahwa dalam pendidikan itu harus mngenal pembawaan dan kecenderungan anak, supaya ia mendapat bimbingan sebaik – baiknya, dengan latihan dan pembisaan untuk menanamkan kebaikan pada anak akan menambah pengetahuannya akan kebaikan itu.
Pendidikan yang mulai menunjukakn perbedaan eksistensinya dengan pendidikan sebelumnya adalah sejak zaman Realisme. Realisme menghendaki pikiran yang praktis.

7.      Landasan Religius Pendidikan

Agama (Bahasa Sangsekerta : a [tidak], gama [kacau]. Bahasa Arab : daana [hutang], dien [undang-undang]) adalah kebutuhan manusia paling esensial yang bersifat universal. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, agama merupakan sistem kelakuan dan perhubungan manusia degan rahasia kekuasaan dan keajaiban yang tidak terhingga luasnya.

I. Ciri-ciri agama
1.                   Substansi yang disembah
2.                   Pokok ajaran/dogma
3.                   Aliran-aliran
4.                   Pembawa ajaran
5.                   Kitab Suci
II. Pengaruh agama bagi kehidupan manusia
1.                   Tantangan manusia
2.                   Kelemahan dan kekurangan manusia
3.                   Latar belakang fitrah manusia

III. Pengaruh agama bagi pendidikan
1.                   Pendidikan formal
2.                   Pendidikan Non-Formal (Keluarga Masyarakat)
B. LANDASAN PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA
ü Landasan Ideal: Pancasila
ü Landasan Konstitusional: UUD 1945
ü Landasan Operasional: GBHN dan UUSPN (yang sekarang UU No. 20 Tahun 2003)






Rabu, 16 April 2014

azas pendidikan


Asas – Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan.

Khusus di Indonesia , terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut antara lain:

1.     1Asas Tut wuri Handayani
Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri (zelf-veschikkingsrecht) dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri kehidupan umum. Asas Tut Wuri Handayani Asas Tut Wuri Handayani merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya (Hamzah,1991:90).
Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sistem Among perguruan, di mana guru memperoleh sebutan pamong yang berdiri di belakang dengan semboyan tut wuri handayani. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono (fisuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing MadyoMangun Karso (Raka Joni, et. Al., 1985:38; Wawasan kependidikan Guru, 1982: 93). Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu: Ing Ngarso Sung Tulodo (jika di depan memberi contoh), Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan semangat), dan Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan). Semboyan lainnya, sebagai bagian tak terpisahkan dari tut wuri handayani, pada hakikatnya bertolak dari wawasan tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsur perintah, paksaan atau hukuman, tidak ada campur tangan yang dapat mengurangi kebebasan anak untuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri.
 Dari sisi lain, pendidik setiap saat siap memberi uluran tangan apabila diperlukan oleh anak. Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi contoh) adalah hal yang baik mengingat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru. Di bagian depan, seorang guru akan membawa buah pikiran para muridnya itu ke dalam sistem ilmu pengetahuan yang lebih luas. Ia menempatkan pikiran / gagasan / pendapat para muridnya dalam cakrawala yang baru, yanglebih luas. Dalam posisi ini ia membimbing dan memberi teladan. Ing Madya Mangu Karsa Ing madya mangu karsa (di tengah membangkitkan kehendak) diterapkan dalam situasi ketika anak didik kurang bergairah atau ragu-ragu untuk mengambil keputusan atau tindakan, sehingga perlu diupayakan untuk memperkuat motifasi. Dan, guru maju ke tengah-tengah (pemikiran) para muridnya. Dalam posisi ini ia menciptakan situasi yang memungkinkan para muridnya mengembangkan, memperbaiki, mempertajam, atau bahkan mungkin mengganti pengetahuan yang telah dimilikinya itu sehingga diperoleh pengetahuan baru yang lebih masuk akal, lebih jelas, dan lebih banyak manfaatnya.
 Guru menciptakan situasi agar terjadi perubahan konsepsional dalam pikiran siswa-siswanya. Yang salah digantiyang benar, yang keliru diperbaiki, yang kurang tajam dipertajam, yang kurang lengkap dilengkapi, dan yang kurang masuk akal argumentasinya diperbaiki. Dalam pembelajaran, seorang guru dapat meposisikan dirinya baik di belakang, ditengah maupun di depan (pengetahuan) para muridnya.
Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Depdikbud, pada awalnya merupakan salah satu dari “asas 1922” yakni tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan 3 juli 1922). Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari Sistem Among dari perguruan itu. Asas ataupun semboyan tut wuri handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs. R.M.P. Sostrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:
a.       Ing ngarsa sung tulada (jika di depan, menjadi contoh),
b.      Ing madya mangun karsa (jika di tengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi), dan
c.       Tut wuri handayani (jika di belakang, mengikuti dengan awas).


Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Diknas pada awalnya merupakan salah satu dari asas 1922 yakni : tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan 3 Juli 1922).. Asas atau semboyan ini dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. dan mendapat dukungan dari positif dari Drs. RMP Sosrokartono dengan menambahkan dua semboyan yaitu : Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya Mangun Karsa. Ketiga semboyan itu telah menyatu menjadi satu kesatuan asas.

Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri kehidupan umum.
Keadaan yang dapat ditemukan dalam pendidikan berkaitan dengan asas ini antara lain :
      a.       Peserta didik mendapat kebebasan dalam memilih pendidikan dan keterampilan yang diminati di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang disediakan sesuai potensi, bakat, dan kemampuan yang dimiliki.
b.      Peserta didik mendapat kebebasan memilih pendidikan kejuruan yang diminati agar mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dan bidang yang diinginkan.
c.       Peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa mendapat kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan yang diminati sesuai dengan gaya dan irama belajarnya.
d.      Peserta didik yang memiliki keistimewaan atau kekurangan dalam fisik dan mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan keadaanya.
e.       Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan memperoleh pendidikan keterampilan yang sesuai dengan kondisi daerahnya.
f.       Peserta didik dari keluarga tidak mampu mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dan keterampilan sesuai dengan minat dan kemampuanya dengan bantuan dan dari pemerintah masyarakat.

Agar diperoleh latar keberlakuan awal dari asas tut wuri handayani,perlu dikemukakan ketujuh asas Perguruan Nasional Taman Siswa tersebut. Seperti diketahui Perguruan Nasional Taman Siswa yang lahir pada tanggal 3 Juli 1992 berdiri diatas tujuh asas yang merupakan asas perjuangan untuk menghadapi Pemerintah Kolonial Belanda serta sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan sifat yang nasional dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut “Asas 1922” adalah sebagai berikut:

a.     Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum.
b.     Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir dan bathin dapat memerdekakan diri.
c.      Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d.     Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
e.      Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir maupun bathin hendakalah diusahakan dengan kesatuan sendiri,dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan bathin.
f.       Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
g.     Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan bathin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.

2.      Asas Belajar sepanjang hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Istilah pendidikan seumur hidup erat kaitannya dan kadang-kadang digunakan saling bergantian dengan makna yang sama dengan istilah belajar sepanjang hayat. Kedua istilah ini memang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Penekanan istilah “belajar”adalah perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap karena pengaruhpengalaman, sedang istilah “pendidikan” menekankan pada usaha sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan pengaruh pengalaman tersebut lebih efisien efektif, dengan kata lain, lingkungan yang membelajarkan subjek didik.
Selanjutnya pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan perstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasian dan perstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai yang paling tua. Pendidikan sepanjang hayat bukan merupakan pendidikan yang berstruktur namun suatu prinsip yang menjadi dasar dalam menjiwai seluruh organisasi system pendidikan yang ada. Dengan kata lain pendidikan sepanjang hayat menembus batas-batas kelembagaan, pengelolaan, dan program yang telah berabad-abad mendesakkan diri pada system pendidikan.
Ditinjau dari pendidikan sekolah, masalahnya adalah bagaimana merancang dan mengimplementasikan suatu program belajar mengajar sehingga mendorong belajar sepanjang hayat, dengan kata lain, terbentuklah manusia dan masyarakat yang mau dan mampu terus menerus belajar. Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi:
    1. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
    2. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah. Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga negara Indonesia:
a)      Mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian sepanjang hidupnya
b)      Mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan dapat bersifat formal, informal, non formal
c)      Mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka pengembasngan pribadi secara utuh menuju profil Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
d)     Mendapat kesempatan mengembangkan diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989.

Istilah belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan istilah “pendidikan seumur hidup”. UNESCO Institute for Education menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus :
  1. Meliputi seluruh hidup setiap individu.
  2. Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
  3. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu.
  4. Meningkatkan kemampuan dan motivasi utnuk belajar mandiri.
  5. Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang formal, non formal dan informal.

Ada 2 misi yang diemban dalam proses belajar mengajar berdasarkan latar pendidikan seumur hidup yaitu :: membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan serentak dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis belajar sepanjang hayat.

Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang dan diimplementasi dengan memperhatikan dua dimensi berikut:
a.     Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah yang meliputi: Disamping keterkaitan dan kesinambungan antartingkatan persekolahan, harus pula terkait dengan kehidupan peserta didik di masa depan. Termasuk dalam dimensi vertikal itu antara lain pengkajian tentang:
1)    Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan peserta didik, termasuk relevansi bahan ajaran dengan masa depan dan pengintegrasian masalah kehidupan nyata ke dalam kurikulum.
2)    Kurikulum dan perubahan sosial-kebudayaan: Kurikulum syogianya memungkinkan antisipasi terhadap perubahan sosial-kebudayaan itu karena peserta didik justru akan hidup dalam sosial-kebudayaan yang telah berubah setelah menamatkan sekolahnya.
3)    The forecasting curriculum” yakni perancangan kurikulum berdasarkan suatu prognosis, baik tentang prilaku peserta didik pada saat menamatkan sekolahnya, pada saat hidup ia dalam sistem yang sedang berlaku, maupun pada saat ia hidup dalam sistem yang telah berubah di masa depan.
4)    Keterpaduan bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan, terutama dalam kaitannya dengan struktur pengetahuan yang sedang dipelajari dengan penguasaan kerangka dasar untuk memperoleh keterpaduan ide bidang studi itu.
5)    Penyiapan untuk memikul tanggung jawab, baik tentang dirinya sendiri maupun dalam bidang sosial/pekerjaan, agar kelak dapat membangun dirinya sendiri dan bersama-sama membangun masyarakatnya.
6)    Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik, yakni pengalaman di keluarga untuk pendidikan dasar, dan demikian seterusnya.
7)    Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen, peserta didik harus dapat melihat kemanfaatan yang akan didapatnya dengan tetap mengikuti pendidikan itu, seperti kesempatan yang terbuka baginya, mobilitas pekerjaan, pengembangan kepribadiannya, dan sebagainya.
b.     Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah..........................antara lain:
1)    Kurikulum sekolah merefleksi kehidupan di luar sekolah; kehidupan di luar sekolah menjadi objek refleksi teoritis di dalam bahan ajaran di sekolah, sehingga peserta didik lebih memahami persoalan-persoalan pokok yang terdapat di luar sekolah.
2)    Memperluas kegiatan belajar  ke luar sekolah; kehidupan di luar sekolah dijadikan tempat kajian empiris, seingga kegiatan belajar-mengajar terjadi di dalam dan di luar sekolah.
3)    Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar, baik sebagai narasumber dalam kegiatan belajar di sekolah maupun kegiatan belajar di luar sekolah.
Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi itu akan mengakrabkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Kemampuan dan kemauan mengguanakan sumber-sumber belajar yang tersedia itu akan meberi peluang terwujudnya belajar sepanjang hayat. Dan masyarakat yang mempunyai warga yang belajar sepanjang hayat akan menjadi suatu masyarakat yang gemar belajar (learning society). Dengan kata lain, akan terwujudlah gagasan pendidikan seumur hidup seperti yang tercermin di dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
Asas belajar sepanjang hayat (life long education), mulai populer pada tahun 1979, yang dikemukakan UNESCO yang terkenal dengan life long education.
Pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus:
  1. Seluruh hidup setiap individu.
  2. Merupakan pembentukka, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesorang.
  3. Mengembangkan penyadaran diri
  4. Meningkatkan kemampuan motivasi untuk belajar mandiri.
  5. Asas Kemandirian dalam Belajar (Self Regulated Learning) Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asa kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar.Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan ketika diperlukan. Selanjutnya asa sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena tidak mungkin seorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru atau orang lain.
3.      Azas Kemandirian dalam Belajar

Asas ini tidak dapat dipisahkan dari 2 asas tut wuri handayani dan belajar sepanjang hayat. Implikasi dari asas ini adalah pendidik harus menjalankan peran komunikator, fasiltator, organisator, dsb. Pendidik diharapkan dapat menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber belajar tersebut. 
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai :
Ø  Fasilitator, yaitu guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut.
Ø  Motivator, yaitu guru mengupayakan timbulnya prakarsa sisik untuk memanfaatkan sumber belajar.
Ø  Organisator, yaitu guru mempunyai suatu tugas untuk mengorganisasikan peserta didiknya guna memudahkan dalam proses belajar yang akan dijalaninya.
Ø  Informator, yaitu guru sebagai salah satu sumber atau pemberi informasi guna membantu para peserta didiknya dan memudahkan dalam proses belajar.

Terdapat beberapa strategi belajar mengajar atau kegiatan belajar-mengajar yang dapat memberi peluang pengembangan kemandirian dalam belajar, antar lain:
1.      Cara Belajar Siswa Aktif (CSBA). Dalam hal pendekatan belajar ini, siswa dituntut mengambil prakarsa atau memikul tanggung jawab tertentu dalam belajar-mengajar di sekolah, umpamanya melalui lembaga kerja.
2.       Belajar melalui modul.
3.      Paket belajar.
4.      Pengajaran berprogram.
Asas Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktifitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.
Ada beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan Abdullah (2001:1-4) sebagai berikut:
a)      Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self- management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya) (Bolhuis; Garrison).
b)      Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting di dalam memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).
c)      Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey, & Firestone).
Haris Mujiman (2005:1) memberikan pengertian belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya – baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar – dilakukan oleh siswa sendiri.
Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas, maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untukmemecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai faktor utama sebagai falisitator dan motivator, disamping peran-peran lain : informator, organisator, dan sebagainya.
Beberapa jenis kegiatan belajar mandiri akan sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemandirian dalam proses belajar tersebut seperti belajar melalui modul, paket belajar, pengajaran berprogram dan sebagainya. Konsep Belajar Mandiri (Self-directed Learning) sebenarnya berakar dari konsep pendidikan orang dewasa. Namun demikian berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukanoleh para ahli seperti Garrison tahun 1997, Schillereff tahun 2001, dan Scheidet tahun 2003 ternyata belajar mandiri juga cocok untuk semua tingkatan usia. Dengan kata lain, belajar mandiri sesuai untuk semua jenjang sekolah baik untuk sekolah menengah maupun sekolah dasar dalam rangka meningkatkan prestasi dan kemampuan siswa.
 Pada tingkat Perguruan Tinggi, istilah SKS (System Kredit Semester) merupakan pelaksanaan asas kemandirian dalam belajar bagi mahasiswa. Mahasiswa lebih dituntut untuk dapat mengembangkan materi yang telah diajarkan di kampus bersama dosen sehingga pengetahuan dan pemahamannya dapat berkembang dan luas. Apabila menemukan hal-hal yang kurang dipahami dalam pembelajaran maka dapat mendiskusikan bersama dengan dosen yang mempunyai keahlian dan kemampuan dalam hal-hal yang kurang dimengerti tersebut. Sehingga asas kemandirian belajar berlaku bagi semua yang dengan usaha dan kemauan sendiri untuk belajar, baik secara formal maupun non formal.
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Dalam kegiatan belajar-mengajar, sedini mungkin di kembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan. Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selau tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebaga fasilitator dan motivator, di samping peran-peran lain: Informator, organisator, dan sebagainya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik berinterkasi dengan sumber-sumber tersebut.       
Sedang sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu. Pengembangan kemandirian dalam belajar ini seyogianya dimulai dalam kegiatan intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan selanjutnya dalam kegiatan kokurikuler dan ekstra-kurikuler. Atau, untuk latar perguruan tinggi: Dimulai dalam kegiatan tatap muka, dan dikembangkan dan dimantapkan dalam kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri. Kegiatan tatap muka atau intrakurikuler terutama berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara pemanfaatan berbagai sumber belajar, yang akan menjadi dasar pengembangan kemandirian dalam belajar di dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri, atau kegiatan ko- dan ekstrakurikuler itu.
Terdapat berbagai strategi belajar-mengajar dan atau kegiatan belajar-mengajar yang dapat memberi peluang pengembangan kemandirian dalam belajar. Cara belajar siswa aktif (CBSA) merupakan salah satu pendekatan yang memberi peluang itu, karena siswa dituntut mengambil prakarsa dan atau memikul tanggung jawab tertentu dalam belajar-mengajar di sekolah, umpamanya melalui lembaga kerja.
Di samping itu, beberapa jenis kegiatan belajar mandiri akan sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemandirian dalam belajar itu, seperti belajar melalui modul, paket belajar, pengajaran berprogram, dan sebagainya. Keseluruhan upaya itu akan dapat terlaksana dengan semestinya apabila setiap lembaga pendidikan, utamanya sekolah, didukung oleh suatu pusat sumber belajar (PSB) yang memadai. Seperti diketahui, PSB itu memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber belajar, di samping bahan pustaka di perpustakaan, seperti rekaman elektronik, ruang-ruang belajar (tutorial) sebagai mitra kelas, dan sebagainya. Dengan dukungan PSB itu asas-asas kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangkan.
4.      Semesta, menyeluruh, dan terpadu
Asas semesta, menyeluruh dan terpadu. Semesta artinya pendidikan itu terbuka untuk seluruh rakyat, menyeluruh artinya mencakup semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Terpadu artinya saling berkaitan antara pendidikan dengan pembangunan nasional. Asas  semesta,menyeluruh,dan terpadu yang berarti bahwa pendidikan nasional terbuka bagi setiap manusia Indonesia.
5.      Mamfaat adil dan merata
Asas adil dan merata yang berarti bahwa semua kepentingan berbagai pihak harus mendapat perhatian dan perlakuan yang seimbang.Asas manfaat, yang berarti pendidikan harus mengingat kemanfaatanya bagi masa depan peserta didik, bagi masyarakat, bangsa, negara, dan agama.  Asas manfaat,adil, dan merata yang meliputi asas nondiskriminatif, yang memandang manusia Indonesia seutuhnya tanpa diskriminasi, baik atas dasar kesukusn, daerah, keturunan, derajat, jenis kelamin, dan kekayaan maupun atas dasar agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahasa Esa.
6.      Tanggung jawab bersama
Asas tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Asas pendidikan berlangsung dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat
DALAM pembukaan UUD 1945 dinyatakan beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh negara yaitu: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, kemudian dalam batang tubuh UUD 1945 salah satu pasal yang juga menyatakan “Tiap–tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.
Berbicara mengenai pendidikan, maka tidak terlepas dari adanya guru dan siswa, interaksi antara guru dan siswa selalu terjadi dalam kehidupan sehari- hari di sekolah, guru melaksanakan tugas sesuai hak dan kewajibannya, namun perlu diketahui bahwa tugas guru adalah sangat berat, karena di samping mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru juga harus mendidik siswa agar dapat berkembang secara seimbang antara jasmani dan rohani, mendidik siswa berarti pula ikut membantu mendewasakan dan mematangkan jiwa anak, membentuk mental yang baik sehingga anak tersebut dapat berbudi pekerti yang luhur dan mampu membawa diri dengan baik sampai akhirnya dapat berguna bagi kepentingan bangsa dan negara.
Oleh sebab itu adalah wajar apabila semua elemen masyarakat untuk dapat menghormati dan menghargai profesi guru, orang tua siswa harus menyadari bahwa mendidik anak bukanlah persoalan yang mudah, apalagi di zaman globalisasi seperti sekarang ini, maka sepantasnyalah pendidikan ini menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, masyarakat dan pemerintah, orang tua tidak bisa melempar kesalahan begitu saja kepada sekolah atau guru apabila terjadi sesuatu pada anaknya, selama semua masih dalam kerangka pendidikan dan tidak melanggar aturan yang berlaku.
Adapun Azas-azas pelaksanaan pendidikan nasional yang lain yaitu :
1. Asas semesta, menyeluruh, dan terpadu, yang berarti bahwa pendidikan nasional terbuka bagi setiap manusia Indonesia, mencakup semua jenis dan jenjang pendidikan, dan merupakan satu kesatuan usaha sadar yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan usaha pembangunan banga.
2.Asas pendidikan seumur hidup.
3. Asas tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
4. Asas pendidikan berlangsung dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
5. Asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional dan wawasan nusantara.
6. Asas Bhineka Tunggal Ika.
7. Asas keselarasan, keseimbangan, dan keserasian.
8. 9. Asas ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, yang berarti bahwa seorang pendidik harus memberi teladan di depan, memberi motivasi di tengah, dan mengawasi dari belakang.
10.Asas mobilitas, efisiensi, dan efektivitas, yang memungkinkan pengadaan kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap manusia Inndonesia.
11.Asas kepastian hukum, yang berarti bahwa sistem pendidikan nasional dilaksanakan atas dasar peraturan perundang-undangan.



Daftar pustaka
Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press

Sembodo, Ardi Widodo, kajian filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Jakarta: Nimas     Mutima, 2007
Sembodo, Ardi Widodo. 2007. kajian filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Jakarta: Nimas
Mutima
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005: Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.