Asas – Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan.
Khusus di Indonesia , terdapat sejumlah
asas yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu.
Asas-asas tersebut antara lain:
1. 1. Asas Tut wuri Handayani
Asas tut wuri handayani merupakan
inti dari asas yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur
dirinya sendiri (zelf-veschikkingsrecht) dengan mengingat tertibnya persatuan
dalam peri kehidupan umum. Asas Tut Wuri Handayani Asas Tut Wuri Handayani
merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang
perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wuri Handayani mengandung
arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan
memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan
sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya
(Hamzah,1991:90).
Sebagai asas pertama, Tut Wuri
Handayani merupakan inti dari sistem Among perguruan, di mana guru memperoleh
sebutan pamong yang berdiri di belakang dengan semboyan tut wuri handayani.
Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan oleh
Drs. R.M.P. Sostrokartono (fisuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua
semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing MadyoMangun Karso
(Raka Joni, et. Al., 1985:38; Wawasan kependidikan Guru, 1982: 93). Kini ketiga
semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu: Ing Ngarso
Sung Tulodo (jika di depan memberi contoh), Ing Madyo Mangun Karso (jika
ditengah-tengah memberi dukungan dan semangat), dan Tut Wuri Handayani (jika di
belakang memberi dorongan). Semboyan lainnya, sebagai bagian tak terpisahkan
dari tut wuri handayani, pada hakikatnya bertolak dari wawasan tentang anak
yang sama, yakni tidak ada unsur perintah, paksaan atau hukuman, tidak ada
campur tangan yang dapat mengurangi kebebasan anak untuk berjalan sendiri
dengan kekuatan sendiri.
Dari sisi lain, pendidik setiap saat siap
memberi uluran tangan apabila diperlukan oleh anak. Ing Ngarsa Sung Tuladha (di
depan memberi contoh) adalah hal yang baik mengingat kebutuhan anak maupun
pertimbangan guru. Di bagian depan, seorang guru akan membawa buah pikiran para
muridnya itu ke dalam sistem ilmu pengetahuan yang lebih luas. Ia menempatkan
pikiran / gagasan / pendapat para muridnya dalam cakrawala yang baru, yanglebih
luas. Dalam posisi ini ia membimbing dan memberi teladan. Ing Madya Mangu Karsa
Ing madya mangu karsa (di tengah membangkitkan kehendak) diterapkan dalam
situasi ketika anak didik kurang bergairah atau ragu-ragu untuk mengambil
keputusan atau tindakan, sehingga perlu diupayakan untuk memperkuat motifasi.
Dan, guru maju ke tengah-tengah (pemikiran) para muridnya. Dalam posisi ini ia
menciptakan situasi yang memungkinkan para muridnya mengembangkan, memperbaiki,
mempertajam, atau bahkan mungkin mengganti pengetahuan yang telah dimilikinya
itu sehingga diperoleh pengetahuan baru yang lebih masuk akal, lebih jelas, dan
lebih banyak manfaatnya.
Guru menciptakan situasi agar terjadi
perubahan konsepsional dalam pikiran siswa-siswanya. Yang salah digantiyang
benar, yang keliru diperbaiki, yang kurang tajam dipertajam, yang kurang
lengkap dilengkapi, dan yang kurang masuk akal argumentasinya diperbaiki. Dalam
pembelajaran, seorang guru dapat meposisikan dirinya baik di belakang, ditengah
maupun di depan (pengetahuan) para muridnya.
Asas tut wuri handayani, yang kini
menjadi semboyan Depdikbud, pada awalnya merupakan salah satu dari “asas 1922”
yakni tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan 3 juli
1922). Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari Sistem
Among dari perguruan itu. Asas ataupun semboyan tut wuri handayani yang
dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari
Drs. R.M.P. Sostrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu
kesatuan asas, yakni:
a. Ing ngarsa sung
tulada (jika di depan, menjadi contoh),
b. Ing madya
mangun karsa (jika di tengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat atau
motivasi), dan
c. Tut wuri
handayani (jika di belakang, mengikuti dengan awas).
Asas tut wuri handayani, yang kini
menjadi semboyan Diknas pada awalnya merupakan salah satu dari asas 1922 yakni
: tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan 3 Juli 1922)..
Asas atau semboyan ini dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. dan mendapat
dukungan dari positif dari Drs. RMP Sosrokartono dengan menambahkan dua
semboyan yaitu : Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya Mangun Karsa. Ketiga
semboyan itu telah menyatu menjadi satu kesatuan asas.
Asas tut wuri handayani merupakan inti
dari asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur
dirinya dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri kehidupan umum.
Keadaan yang dapat ditemukan dalam
pendidikan berkaitan dengan asas ini antara lain :
a.
Peserta didik mendapat kebebasan dalam memilih pendidikan dan keterampilan yang
diminati di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang disediakan sesuai
potensi, bakat, dan kemampuan yang dimiliki.
b.
Peserta didik mendapat kebebasan memilih pendidikan kejuruan yang diminati agar
mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dan bidang yang diinginkan.
c.
Peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa mendapat kesempatan untuk
memasuki program pendidikan dan keterampilan yang diminati sesuai dengan gaya
dan irama belajarnya.
d.
Peserta didik yang memiliki keistimewaan atau kekurangan dalam fisik dan mental
memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang sesuai
dengan keadaanya.
e.
Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan memperoleh pendidikan
keterampilan yang sesuai dengan kondisi daerahnya.
f.
Peserta didik dari keluarga tidak mampu mendapatkan kesempatan memperoleh
pendidikan dan keterampilan sesuai dengan minat dan kemampuanya dengan bantuan
dan dari pemerintah masyarakat.
Agar diperoleh latar keberlakuan awal
dari asas tut wuri handayani,perlu dikemukakan ketujuh asas Perguruan Nasional
Taman Siswa tersebut. Seperti diketahui Perguruan Nasional Taman Siswa yang
lahir pada tanggal 3 Juli 1992 berdiri diatas tujuh asas yang merupakan asas
perjuangan untuk menghadapi Pemerintah Kolonial Belanda serta sekaligus untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan sifat yang nasional dan demokrasi.
Ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut “Asas 1922” adalah sebagai
berikut:
a. Bahwa setiap
orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya
persatuan dalam perikehidupan umum.
b. Bahwa
pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir dan
bathin dapat memerdekakan diri.
c. Bahwa
pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d. Bahwa
pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
e. Bahwa untuk
mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir maupun bathin hendakalah
diusahakan dengan kesatuan sendiri,dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa
pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan bathin.
f. Bahwa sebagai
konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri
segala usaha yang dilakukan.
g. Bahwa dalam
mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan bathin untuk mengorbankan
segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
2.
Asas Belajar
sepanjang hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life
long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan
seumur hidup (life long education). Istilah pendidikan seumur hidup erat
kaitannya dan kadang-kadang digunakan saling bergantian dengan makna yang sama
dengan istilah belajar sepanjang hayat. Kedua istilah ini memang tidak dapat
dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Penekanan istilah “belajar”adalah perubahan
perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap karena
pengaruhpengalaman, sedang istilah “pendidikan” menekankan pada usaha sadar dan
sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan pengaruh
pengalaman tersebut lebih efisien efektif, dengan kata lain, lingkungan yang
membelajarkan subjek didik.
Selanjutnya pendidikan sepanjang
hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan
perstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasian dan perstrukturan ini
diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai
yang paling tua. Pendidikan sepanjang hayat bukan merupakan pendidikan yang
berstruktur namun suatu prinsip yang menjadi dasar dalam menjiwai seluruh
organisasi system pendidikan yang ada. Dengan kata lain pendidikan sepanjang
hayat menembus batas-batas kelembagaan, pengelolaan, dan program yang telah
berabad-abad mendesakkan diri pada system pendidikan.
Ditinjau dari pendidikan sekolah,
masalahnya adalah bagaimana merancang dan mengimplementasikan suatu program
belajar mengajar sehingga mendorong belajar sepanjang hayat, dengan kata lain,
terbentuklah manusia dan masyarakat yang mau dan mampu terus menerus belajar.
Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus
dirancang diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi:
- Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi
keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan
keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
- Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu
katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di
luar sekolah. Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana
gambaran manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,
Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang
hayat memungkinkan tiap warga negara Indonesia:
a) Mendapat kesempatan untuk
meningkatkan kualitas diri dan kemandirian sepanjang hidupnya
b) Mendapat kesempatan untuk
memanfaatkan layanan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga
pendidikan yang ditawarkan dapat bersifat formal, informal, non formal
c) Mendapat kesempatan
mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan dalam
rangka pengembasngan pribadi secara utuh menuju profil Manusia Indonesia
Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
d) Mendapat kesempatan mengembangkan
diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu
sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989.
Istilah belajar sepanjang hayat erat
kaitannya dengan istilah “pendidikan seumur hidup”. UNESCO Institute for
Education menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah
pendidikan yang harus :
- Meliputi seluruh hidup setiap individu.
- Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan,
peningkatan dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
- Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri
(self fulfilment) setiap individu.
- Meningkatkan kemampuan dan motivasi utnuk belajar
mandiri.
- Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan
yang mungkin terjadi, termasuk yang formal, non formal dan informal.
Ada 2 misi yang diemban dalam proses
belajar mengajar berdasarkan latar pendidikan seumur hidup yaitu ::
membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan serentak dengan itu,
meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis belajar
sepanjang hayat.
Kurikulum yang dapat mendukung
terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang dan diimplementasi dengan
memperhatikan dua dimensi berikut:
a. Dimensi
vertikal dari kurikulum sekolah yang meliputi: Disamping keterkaitan dan
kesinambungan antartingkatan persekolahan, harus pula terkait dengan kehidupan
peserta didik di masa depan. Termasuk dalam dimensi vertikal itu antara lain
pengkajian tentang:
1) Keterkaitan
antara kurikulum dengan masa depan peserta didik, termasuk relevansi bahan
ajaran dengan masa depan dan pengintegrasian masalah kehidupan nyata ke dalam
kurikulum.
2) Kurikulum dan
perubahan sosial-kebudayaan: Kurikulum syogianya memungkinkan antisipasi
terhadap perubahan sosial-kebudayaan itu karena peserta didik justru akan hidup
dalam sosial-kebudayaan yang telah berubah setelah menamatkan sekolahnya.
3) “The forecasting curriculum” yakni
perancangan kurikulum berdasarkan suatu prognosis, baik tentang prilaku peserta
didik pada saat menamatkan sekolahnya, pada saat hidup ia dalam sistem yang
sedang berlaku, maupun pada saat ia hidup dalam sistem yang telah berubah di
masa depan.
4) Keterpaduan
bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan, terutama dalam kaitannya dengan
struktur pengetahuan yang sedang dipelajari dengan penguasaan kerangka dasar
untuk memperoleh keterpaduan ide bidang studi itu.
5) Penyiapan untuk
memikul tanggung jawab, baik tentang dirinya sendiri maupun dalam bidang
sosial/pekerjaan, agar kelak dapat membangun dirinya sendiri dan bersama-sama
membangun masyarakatnya.
6) Pengintegrasian
dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik, yakni pengalaman di
keluarga untuk pendidikan dasar, dan demikian seterusnya.
7) Untuk
mempertahankan motivasi belajar secara permanen, peserta didik harus dapat
melihat kemanfaatan yang akan didapatnya dengan tetap mengikuti pendidikan itu,
seperti kesempatan yang terbuka baginya, mobilitas pekerjaan, pengembangan
kepribadiannya, dan sebagainya.
b. Dimensi
horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan antara pengalaman belajar
di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah..........................antara
lain:
1) Kurikulum
sekolah merefleksi kehidupan di luar sekolah; kehidupan di luar sekolah menjadi
objek refleksi teoritis di dalam bahan ajaran di sekolah, sehingga peserta
didik lebih memahami persoalan-persoalan pokok yang terdapat di luar sekolah.
2) Memperluas
kegiatan belajar ke luar sekolah;
kehidupan di luar sekolah dijadikan tempat kajian empiris, seingga kegiatan
belajar-mengajar terjadi di dalam dan di luar sekolah.
3) Melibatkan
orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar, baik sebagai
narasumber dalam kegiatan belajar di sekolah maupun kegiatan belajar di luar
sekolah.
Perancangan dan implementasi kurikulum
yang memperhatikan kedua dimensi itu akan mengakrabkan peserta didik dengan berbagai
sumber belajar yang ada di sekitarnya. Kemampuan dan kemauan mengguanakan
sumber-sumber belajar yang tersedia itu akan meberi peluang terwujudnya belajar
sepanjang hayat. Dan masyarakat yang mempunyai warga yang belajar sepanjang
hayat akan menjadi suatu masyarakat yang gemar belajar (learning society). Dengan kata lain, akan terwujudlah gagasan
pendidikan seumur hidup seperti yang tercermin di dalam sistem pendidikan
nasional Indonesia.
Asas belajar sepanjang hayat (life
long education), mulai populer pada tahun 1979, yang dikemukakan UNESCO yang
terkenal dengan life long education.
Pendidikan seumur hidup adalah
pendidikan yang harus:
- Seluruh
hidup setiap individu.
- Merupakan
pembentukka, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan sesorang.
- Mengembangkan
penyadaran diri
- Meningkatkan
kemampuan motivasi untuk belajar mandiri.
- Asas
Kemandirian dalam Belajar (Self Regulated Learning) Baik asas tut wuri
handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya
dengan asa kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada
prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk
mandiri dalam belajar.Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin
dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur
tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan ketika diperlukan.
Selanjutnya asa sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan
pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar,
karena tidak mungkin seorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu
tergantung dari bantuan guru atau orang lain.
3. Azas Kemandirian dalam Belajar
Asas ini tidak dapat dipisahkan dari 2
asas tut wuri handayani dan belajar sepanjang hayat. Implikasi dari asas ini
adalah pendidik harus menjalankan peran komunikator, fasiltator, organisator,
dsb. Pendidik diharapkan dapat menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar
sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber
belajar tersebut.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan
guru dalam peran utama sebagai :
Ø Fasilitator, yaitu guru diharapkan
menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sehingga memudahkan peserta
didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut.
Ø Motivator, yaitu guru mengupayakan
timbulnya prakarsa sisik untuk memanfaatkan sumber belajar.
Ø Organisator, yaitu guru mempunyai
suatu tugas untuk mengorganisasikan peserta didiknya guna memudahkan dalam
proses belajar yang akan dijalaninya.
Ø Informator, yaitu guru sebagai salah
satu sumber atau pemberi informasi guna membantu para peserta didiknya dan
memudahkan dalam proses belajar.
Terdapat beberapa strategi belajar mengajar atau kegiatan
belajar-mengajar yang dapat memberi peluang pengembangan kemandirian dalam
belajar, antar lain:
1.
Cara Belajar Siswa Aktif (CSBA). Dalam hal pendekatan belajar ini, siswa
dituntut mengambil prakarsa atau memikul tanggung jawab tertentu dalam
belajar-mengajar di sekolah, umpamanya melalui lembaga kerja.
2. Belajar melalui modul.
3.
Paket belajar.
4.
Pengajaran berprogram.
Asas Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktifitas
belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri,
dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.
Ada beberapa variasi pengertian
belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan Abdullah
(2001:1-4) sebagai berikut:
a) Belajar Mandiri memandang
siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pelajaran
mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self- management (manajemen
konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring
(siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya) (Bolhuis;
Garrison).
b) Peran kemauan dan motivasi
dalam Belajar Mandiri sangat penting di dalam memulai dan memelihara usaha
siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan kemauan menopang
kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai
(Corno; Garrison).
c) Di dalam belajar mandiri,
kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa
mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang
hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey, &
Firestone).
Haris Mujiman (2005:1) memberikan
pengertian belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh
niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah,
dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan
kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya – baik penetapan
waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar,
maupun evaluasi belajar – dilakukan oleh siswa sendiri.
Di sini belajar mandiri lebih
dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari
oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu. Berdasarkan beberapa
pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas, maka belajar mandiri
dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara
sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri
untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat
digunakannya untukmemecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran
utama sebagai faktor utama sebagai falisitator dan motivator, disamping
peran-peran lain : informator, organisator, dan sebagainya.
Beberapa jenis kegiatan belajar
mandiri akan sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemandirian dalam proses
belajar tersebut seperti belajar melalui modul, paket belajar, pengajaran
berprogram dan sebagainya. Konsep Belajar Mandiri (Self-directed Learning)
sebenarnya berakar dari konsep pendidikan orang dewasa. Namun demikian
berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukanoleh para ahli seperti Garrison
tahun 1997, Schillereff tahun 2001, dan Scheidet tahun 2003 ternyata belajar
mandiri juga cocok untuk semua tingkatan usia. Dengan kata lain, belajar
mandiri sesuai untuk semua jenjang sekolah baik untuk sekolah menengah maupun
sekolah dasar dalam rangka meningkatkan prestasi dan kemampuan siswa.
Pada tingkat Perguruan Tinggi, istilah SKS
(System Kredit Semester) merupakan pelaksanaan asas kemandirian dalam belajar
bagi mahasiswa. Mahasiswa lebih dituntut untuk dapat mengembangkan materi yang
telah diajarkan di kampus bersama dosen sehingga pengetahuan dan pemahamannya
dapat berkembang dan luas. Apabila menemukan hal-hal yang kurang dipahami dalam
pembelajaran maka dapat mendiskusikan bersama dengan dosen yang mempunyai
keahlian dan kemampuan dalam hal-hal yang kurang dimengerti tersebut. Sehingga
asas kemandirian belajar berlaku bagi semua yang dengan usaha dan kemauan sendiri
untuk belajar, baik secara formal maupun non formal.
Baik asas tut wuri handayani maupun
belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian
dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi
kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Dalam kegiatan
belajar-mengajar, sedini mungkin di kembangkan kemandirian dalam belajar itu
dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan
apabila diperlukan. Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat
diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu
mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang
hayatnya apabila selau tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam
belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebaga fasilitator dan
motivator, di samping peran-peran lain: Informator, organisator, dan
sebagainya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur
berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik
berinterkasi dengan sumber-sumber tersebut.
Sedang sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar
itu. Pengembangan kemandirian dalam belajar ini seyogianya dimulai dalam
kegiatan intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan selanjutnya dalam
kegiatan kokurikuler dan ekstra-kurikuler. Atau, untuk latar perguruan tinggi:
Dimulai dalam kegiatan tatap muka, dan dikembangkan dan dimantapkan dalam
kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri. Kegiatan tatap muka atau
intrakurikuler terutama berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara
pemanfaatan berbagai sumber belajar, yang akan menjadi dasar pengembangan
kemandirian dalam belajar di dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan
mandiri, atau kegiatan ko- dan ekstrakurikuler itu.
Terdapat berbagai strategi
belajar-mengajar dan atau kegiatan belajar-mengajar yang dapat memberi peluang
pengembangan kemandirian dalam belajar. Cara belajar siswa aktif (CBSA)
merupakan salah satu pendekatan yang memberi peluang itu, karena siswa dituntut
mengambil prakarsa dan atau memikul tanggung jawab tertentu dalam
belajar-mengajar di sekolah, umpamanya melalui lembaga kerja.
Di samping itu, beberapa jenis kegiatan
belajar mandiri akan sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemandirian dalam
belajar itu, seperti belajar melalui modul, paket belajar, pengajaran
berprogram, dan sebagainya. Keseluruhan upaya itu akan dapat terlaksana dengan
semestinya apabila setiap lembaga pendidikan, utamanya sekolah, didukung oleh
suatu pusat sumber belajar (PSB) yang memadai. Seperti diketahui, PSB itu
memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber belajar, di samping bahan
pustaka di perpustakaan, seperti rekaman elektronik, ruang-ruang belajar
(tutorial) sebagai mitra kelas, dan sebagainya. Dengan dukungan PSB itu
asas-asas kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangkan.
4. Semesta,
menyeluruh, dan terpadu
Asas
semesta, menyeluruh dan terpadu. Semesta artinya pendidikan itu terbuka untuk
seluruh rakyat, menyeluruh artinya mencakup semua jalur, jenjang dan jenis
pendidikan. Terpadu artinya saling berkaitan antara pendidikan dengan
pembangunan nasional. Asas
semesta,menyeluruh,dan terpadu yang berarti bahwa pendidikan nasional
terbuka bagi setiap manusia Indonesia.
5. Mamfaat
adil dan merata
Asas
adil dan merata yang berarti bahwa semua kepentingan berbagai pihak harus
mendapat perhatian dan perlakuan yang seimbang.Asas manfaat, yang berarti
pendidikan harus mengingat kemanfaatanya bagi masa depan peserta didik, bagi
masyarakat, bangsa, negara, dan agama.
Asas manfaat,adil, dan merata yang meliputi asas nondiskriminatif, yang
memandang manusia Indonesia seutuhnya tanpa diskriminasi, baik atas dasar
kesukusn, daerah, keturunan, derajat, jenis kelamin, dan kekayaan maupun atas
dasar agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahasa Esa.
6. Tanggung
jawab bersama
Asas
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Asas
pendidikan berlangsung dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat
DALAM pembukaan UUD 1945 dinyatakan
beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh negara yaitu: “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, kemudian dalam
batang tubuh UUD 1945 salah satu pasal yang juga menyatakan “Tiap–tiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran”.
Berbicara
mengenai pendidikan, maka tidak terlepas dari adanya guru dan siswa, interaksi
antara guru dan siswa selalu terjadi dalam kehidupan sehari- hari di sekolah,
guru melaksanakan tugas sesuai hak dan kewajibannya, namun perlu diketahui
bahwa tugas guru adalah sangat berat, karena di samping mengajarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, guru juga harus mendidik siswa agar dapat berkembang
secara seimbang antara jasmani dan rohani, mendidik siswa berarti pula ikut
membantu mendewasakan dan mematangkan jiwa anak, membentuk mental yang baik
sehingga anak tersebut dapat berbudi pekerti yang luhur dan mampu membawa diri
dengan baik sampai akhirnya dapat berguna bagi kepentingan bangsa dan negara.
Oleh
sebab itu adalah wajar apabila semua elemen masyarakat untuk dapat menghormati
dan menghargai profesi guru, orang tua siswa harus menyadari bahwa mendidik
anak bukanlah persoalan yang mudah, apalagi di zaman globalisasi seperti
sekarang ini, maka sepantasnyalah pendidikan ini menjadi tanggung jawab bersama
antara sekolah, masyarakat dan pemerintah, orang tua tidak bisa melempar
kesalahan begitu saja kepada sekolah atau guru apabila terjadi sesuatu pada
anaknya, selama semua masih dalam kerangka pendidikan dan tidak melanggar
aturan yang berlaku.
Adapun Azas-azas
pelaksanaan pendidikan nasional yang lain yaitu :
1. Asas semesta,
menyeluruh, dan terpadu, yang berarti bahwa pendidikan nasional terbuka bagi
setiap manusia Indonesia, mencakup semua jenis dan jenjang pendidikan, dan
merupakan satu kesatuan usaha sadar yang tidak dapat dipisahkan dari
keseluruhan usaha pembangunan banga.
2.Asas pendidikan seumur hidup.
3. Asas tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
4. Asas pendidikan berlangsung dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan
masyarakat.
5. Asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional dan wawasan
nusantara.
6. Asas Bhineka Tunggal Ika.
7. Asas keselarasan, keseimbangan, dan keserasian.
8. 9. Asas ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani,
yang berarti bahwa seorang pendidik harus memberi teladan di depan, memberi
motivasi di tengah, dan mengawasi dari belakang.
10.Asas mobilitas, efisiensi, dan efektivitas, yang memungkinkan pengadaan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap manusia Inndonesia.
11.Asas kepastian hukum, yang berarti bahwa sistem pendidikan nasional
dilaksanakan atas dasar peraturan perundang-undangan.
Daftar pustaka
Munib, Achmad. 2009. Pengantar
Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press
Sembodo, Ardi Widodo, kajian filosofis Pendidikan Barat dan Islam,
Jakarta: Nimas Mutima, 2007
Sembodo, Ardi Widodo. 2007. kajian
filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Jakarta: Nimas
Mutima
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo.
2005: Pengantar Pendidikan. Rineka
Cipta, Jakarta.